o'clock

Powered By Blogger

Jumat, 21 September 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PERIKARDITIS

                                           
ASUHAN KEPERAWATAN PERIKARDITIS
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).
Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkkus terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara perikardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. Jantung bekerja selama kita masih hidup, karena itu membutuhkan makanan yang dibawa oleh darah, pembuluh darah yang terpenting dan memberikan darah untuk jantung dari aorta asendens dinamakan arteri koronaria.
Perikardium dapat terlibat dalam berbagai kelainan hemodinamika, radang, neoplasi, dan bawaan. Penyakit perikardium dinyatakan oleh tmbunan cairan (disebut efusi perikardium), radang (yaitu perikarditis). Perikarditis ialah penyakit sekunder dimanapun di tubuh contohnya penyebaran infeksi kedalam kantung perikareritematasus sistemik. Tetapi kadang-kadang perikarditis terjadi sebagai kelainan primer.
Pada perikarditis, ditemukan reaksi radang yang mengenai lapisan perikardium viseratis dan atau parietalis.ditemukan banyak penyebab tetapi yang paling sering ialah akut, perikarditis non spesifik (viral), infark miokard dan uremia.
Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan tentang perikarditis  beserta asuhan keperawatannya dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan masyarakat umum untuk lebih memahami tentang masalah perikarditis.
1.2  Rumusan Masalah
Apa konsep teori dari perikarditis dan bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan perikarditis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada anak dengan gangguan perikarditis
1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari perikarditis
  2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari perikarditis
  3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari perikarditis
  4. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan untuk perikarditis
  5. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari perikarditis
  6. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari perikarditis
  7. Mahasiswa mampu memahami prognosis dari perikarditis
  8. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari perikarditis
  9. Mahasiswa mampu memahami WOC dari perikarditis
10.  Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari perikarditis

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit perikarditis, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perikarditis ialah peradangan pericardium viseralis dan parietalis dengan atau tanpa disertai timbulnya cairan dalam rongga perikard yang baik bersifat transudat atau eksudat maupun seraosanguinis atau purulen dan disebabkan oleh berbagai macam penyebab. (IKA FKUI, 2007)
Perikarditis adalah peradangan pericardium parietal, pericardium visceral, atau keduanya. Perikarditis  dibagi atas perikarditis akut, subakut, dan kronik. Perikarditis subakut dan kronik mempunyai etiologi, manifestasi klinis, pendekatan diagnostic, dan penatalaksanaan yang sama. (Arif, 2009)
2.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering ialah reuma, yang merupakan 55% dari seluruh kasus. Perikarditis purulenta/ septic (28%) disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus, Diplococcus pneumoniae, dan Streptococcus hemolyticus. Penyebab lainnya ialah tuberculosis, virus Coxsackie, rheumatoid, uremia, trauma dan idiopatik.
Tabel 01.Macam Klasifikasi Perikarditis
Klasifikasi Klinis
Klasifikasi Etiologis
Perikarditis akut (<6minggu)
Fibrinosa
Perikarditis Infeksiosa
Virus, pirogenik, tuberkulosis, mikotik, infeksi lain (sifilis, parasit)
Perikarditis subakut      (<6minggu- 6 bulan)
Konstriktif
Efusi konstriktif
Perikarditis non-infeksiosa
Infark miokardium akut, uremia, neoplasia: tumor primer dan tumor metastasis, miksedema, kolesterol, kiloperikardium, trauma: luka tembus dinding dada, aneurisma aorta (dengan kebocoran ke dalam kantong perikardium) pascaradiasi, cacat sekat atrium, anemia kronis berat, perikarditis familial: mulberry aneurysm, idiopatik akut.


Perikarditis b.d hipersensitivitas atau autoimun
Demam rematik, penyakit vaskular kolagen: SLE, reumatik arthritis, skleroderma, akibat obat: prokalnamid, hidralazin, pasca cedera kardiak.

2.3 Manifestasi Klinis
Nyeri, batuk kering, demam, fatigue, cemas, ulsus paradoksus, JVD, CRT turun, gangguan status mental, kreatinin meningkat, cardiac marker meningkat,kardiak marker meningkat, ST segmen elevasi, PR depresi kecuali segmen aVR.
Manifestasi perikarditis konstriktif sangat bervariasi bergantung pada berat, distribusi, dan kecepatan terjadinya sikatriks. Tanda-tanda perikarditis konstriktif menurut urutan, yaitu dispnea, edema perifer, pembesaran perut, gangguan abdominal, lelah, ortopnea, palpitasi, batuk, nausea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Sebagian penderita (60%) mengeluh nyeri dada. Sesuai dengan banyaknya cairan yang terkumpul dalam rongga perikard, maka dapat menimbulkan gangguan hemodinamika dan akan timbul keluhan sesak nafas dan gejala bendungan vena. Bila disertai dengan miokarditis (pankarditis) seperti yang sering ditemukan pada perikarditis reumatik, terdapat pula gambaran gagal jantung kongestif. Kriteria nyeri pada perikarditis akut dan tajam, berkurang dengan perubahan posisi.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan seorang anak yang tampak sakit berat, dispnea, takikardi dan terdapat palsus paradoksus yaitu melemahnya tau hilangnya nadi pada inspirasi yang lebih nyata tampak pada pengukuran tekanan darah.
Bila sudah ada bendungan vena, akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis dan pembesaran hepar yang sukar dibedakan dengan gagal jantung kongestif. Pada inspeksi iktus kordis tidak terlihat dan pada palpasi juga iktus kordis sukar ditentukan serta aktivitas jantung berkurang.
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Elektrokardiografi 
Elektrokardiografi memperlihatkan elevasi segmen ST dan perubahan resiprokal, voltase QRS yang rendah (low voltage) tapi EKG bisa juga normal atau hanya terdapat gangguan irama berupa fibrilasi atrium.
Pemeriksaan ekokardiografi M-Mode atau dua dimensi sangat baik untuk memastikan adanya efusi pericardium dan memperkirakan banyaknya cairan pericardium.
Pada fase akut, akan tampak elevasi segmen S-T yang berbentuk konkaf terutama pada antar pericardium kiri. Mula-mula T masih normal, kemudian menjadi datar/ negative. Kelainan T lebih lama menetap, yaitu sampai 2-3 minggu, bahkan kadang-kadang berbulan-bulan seperti pada perikarditis tuberkulosa. Amplitude QRS dan T akan mengecil (low voltage) sesuai dengan jumlah cairan yang ada.
Pemeriksaan Radiologis
Foto rontgen toraks bila efusi pericardium hanya sedikit, tetapi tetap tampak bayangan jantung membesar seperti water bottle dengan vaskularisasi paru normal dan adanya efusi pericardium yang banyak.
Pada efusi pericardium, gambaran Rontgen toraks memperlihatkan suatu konfigurasi bayangan jantung berbentuk buli-buli air tapi dapat juga normal atau hamper normal.
Pada posisi berdiri atau duduk, maka akan tampak pembesaran jantung yang berbentuk segitiga dan akan berubah bentuk menjadi globular pada posisi tiduran. Kadang-kadang tampak gambaran bendungan pembuluh darah vena. Pada fluoroskopi tampak jantung yang membesar dengan pulsasi yang minimal atau tidak tampak pulsasi sama sekali (silent heart). Jumlah cairan yang ada dan besar jantung yang sebenarnya dapat diduga dengan angiokardiogram atau ekokardiogram.
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah umumnya meninggi terutama pada fase akut. Terdapat pula leukositosis yang sesuai dengan kuman penyebab. Cairan perikard yang ditemukan dapat bersifat transudat seperti perikarditis rheumatoid, reumatik, uremik, eksudat serosanguinous dapat ditemukan pada perikarditis tuberkulosa dan reumatika.
Cairan yang purulen ditemukan pada infeksi banal. Terhadap cairan perikard ini, harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap jenis sel yang ditemukan, pemeriksaan kimia terhadap komposisi protein yang ada dan pemeriksaan bakteriologis dengan sediaan langsung, pembiakan kuman atau dengan percobaan binatang yang ditujukan terhadap pemeriksaan basil tahan asam maupun kuman-kuman lainnya.
2.5 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan penyakit dasar merupakan tujuan utama, tetapi beberapa kronis idiopatik dapat diobati dengan menggunakan indometasin atau kortikosol. Bila efusi pericardium kronis tetap menimbulkan gejala keluhan, maka perlu dipertimbangkan perikardiektomi.
Bila diagnosis perikarditis konstriktif telah dibuat, maka perikardiektomi merupakan satu-satunya pengobatan untuk menghilangkan tahanan pengisian ventrikel pada fase diastolic.
Penatalaksanaan pada efusi pericardium yang massif adalah dengan melakukan perikardisentesis ke dalam kantong pericardium dengan tujuan agar proses drainase dari aspirasi dapat adekuat. (Rubin, 1990)
Penatalaksanaan tamponade jantung dengan pengobatan yang sesegera mungkin dapat menyelamatkan klien dari kematian, maka pemeriksaan yang cepat dan tepat untuk menegakkan diagnosis secara tepat, misalnya pemeriksaan ekokardiografi yang diikuti pemeriksaan kateterisasi jantung, harus dilaksanakan. Tamponade jantung memerlukan aspirasi pericardium dengan jarum. Monitor EKG memerlukan perhatian dan kecurigaan yang lebih cermat, karena dalam banyak hal, tidak ada penyebab yang jelas terlihat yang menyatakan adanya penyakit pericardium. Pada klien dengan hipotensi dan evaluasi tekanan darah jugularis, dengan lekuk x yang menonjol, bahkan tanpa adanya lekuk y,  kemungkinan adanya tamponade jantung harus diperhatikan.
Tamponade jantung harus dicapai bila terdapat perluasan daerah perkusi yang redup di daerah dada anterior, nadi paradoksal, gambaran paru yang cukup bersih, pulsasi bayangan jantung yang berkurang pada fluoroskopi, pengurangan amplitude QRS, gangguan listrik dari P, QRS, dan T, serta hal-hal tersebut di awal.
Pada tamponade jantung dengan tekanan yang rendah, klien biasanya tanpa gejala, atau mengeluh sesak dan kelemahan badab yang ringan, dan dalam hal ini diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi. Kelainan hemodinamikdan gejala klinis segera membaik setelah dilakukan perikardiosentesis.
Perikardiosentesis
Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi pericardium atau pungsi pericardium. Pungsi pericardium dapat dilakukan untuk konfirmasi dan mencari etiologi efusi sebagai penegakan diagnosis dan tindakan invasive untuk pengobatan.
Lokasi Pungsi Perikardium
Sudut antara prosesus xifoideus dengan arkus iga kiri. Titik ini paling aman karena jantung tidak ditutupi paru sehingga mengurangi kemungkinan penyebaran infeksi ke paru atau perikarditis purulen. Hal ini juga untuk menghindari tertusuknya arteri mamaria interna. Lokasi efusi pericardium umumnya berada di bawah, sehingga cairan yang sedikit pun dapat diperoleh di sini.
Peran perawat dalam pelaksanaan perikardiosentesis adalah mempersiapkan klien sebelum dan sesudah tindakan, dukungan psikologis, dan persiapan alat tindakan.
2.6 Komplikasi 

1.Tamponade jantung
Tamponade jantung adalah keadaan yang mengancam nyawa, dimana ditemukan penekanan pada jantung, akibat terjadi pengumpulan cairan (darah, nanah) atau gas di ruangan perikardium (ruangan antara 2 selaput pelapis jantung) yang disebabkan karena trauma atau robeknya otot jantung, atau karena perembesan cairan (efusi). Hal ini dapat menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh secara optimal.
2.Perikarditiskonstriktif
3.Aritmi jantung
Contoh-contoh dari atrial tachycardias termasuk atrial fibrillation, atrial flutter, and paroxysmal atrial tachycardia (PAT). Aritmia-aritmia ini terjadi karena gangguan listrik di atria dan/atau di AV node menyebabkan denyut jantung yang cepat.
4.Nyeri dada berulang-ulang.
2.7 Prognosis
Bergantung kepada penyebabnya. Pada perikarditis reumatik ditentukan oleh berat ringannya miokarditis yang menyertainya. Prognosis perikarditis purulenta ditentukan oleh cepatnya pengobatan antibiotika yang diberikan dan tindakan  bedah yang dilakukan. Kematian pada perikarditis tuberkulosa menjadi sangat menurun dengan ditemukannya tuberkulostatikum yang lebih poten. Tanpa tindakan pembedahan perikarditis konstriktiva mempunyai prognosis yang buruk.
2.8 Patofisiologi
Proses inflamasi dan akibat sekunder dari fenomena infeksi pada perikarditis akan memberikan respons sebagai berikut:
  1. Terjadinya vasodilatasi dengan peningkatan akumulasi cairan ke kantong perikardium.
  2. Peningkatan permeabilitas vaskular sehingga kandungan protein, termasuk fibrinogen atau fibrin, di dalam cairan akan meningkat.
  3. Peningkatan perpindahan leukosit terutama pada perikarditis purulenta.
  4. Perdarahan akibat trauma tembus juga merupakan penyebab yang mungkin.
Perubahan patologis selanjutnya yang terjadi berupa terbentuknya jaringan parut dan perlengketan disertai klasifikasi lapisan perikardium viseral maupun parietal yang menimbulkan suatu perikarditis konstriktif yang apabila cukup berat akan menghambat pengembangan volume jantung pada fase diastolik.
Pada kondisi lain, terakumulasinya cairan pada perikardium yang sekresinya melebihi absorpsi menyebabkan suatu efusi perikardium. Pengumpulan cairan intraperikardium dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan obstruksi serius terhadap masuknya darah ke kedua bilik jantung bisa menimbulkan tamponade jantung. Salah satu komplikasi perikarditis paling fatal dan memerlukan tindakan darurat tamponade. Tamponade jantung merupakan akibat peninggian tekanan intraperikardium dan restriksi progresif pengisian ventrikel.
Tamponade Jantung
Penyebab tamponade paling sering adalah perdarahan ke dalam rongga perikardium setelah suatu operasi jantung atau trauma, termasuk yang diakibatkan oleh perforansi selama prosedur diagnostik: TBC dan tumor, yang kebanyakan adalah karsinoma paru dan payudara, serta limfoma.
Tamponade juga dapat timbul pada perikarditis idiopatik dan perikarditis akut oleh karena virus, perikarditis pasca-penyinaran, gagal ginjal selama dialisis, dan hemoperikardium sebagai akibat pengobatan antikoagulan pada klien dengan berbagai bentuk perikarditis akut.
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 1000 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena perikardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut. Jumlah cairan yang dibutuhkan untuk menghasilkan tamponade bervariasi tergantung dari tebalnya miokardium ventrikel, dan kebalikannya dengan tebalnya perikardium parietal. Lebih sering terjadi adalah tamponade berlangsung lebih perlahan dan gejala klinisnya menyerupai gagal jantung, termasuk dispnea, ortopnea, bendungan hati, dan hipertensi vena jugularis.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
            3.1.1 Anamnesa
1.  Identitas pasien.
2.  Keluhan utama: Nyeri dada atau sesak nafas
3.  Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti edema perifer, gangguan abdominal, lelah, ortopnea, palpitasi, batuk, nausea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea . Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan nyeri dada.
4.  Riwayat penyakit dahulu
Harus diketahui apakah pasien pernah terkena TBC, rheumatoid, uremia, ada trauma dada atau pernah mengalami serangan jantung lainnya.
5.  Riwayat  psikososial
            Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
           3.1.2 Pemeriksaan fisik
  • B1               : Breathing (Respiratory System)
                  Sesak nafas, takipnea, suara nafas ronkhi, batuk (+)
  • B2               : Blood (Cardiovascular system)
                         takikardi, penurunan TD, aritmia jantung
  • B3                   : Brain (Nervous system)
                         Normal
  • B4               : Bladder (Genitourinary system)
                           penurunan frekuensi / jumlah urine, urine pekat gelap
  • B5               : Bowel (Gastrointestinal System)
                      Anorexia, muntah, mual, kekurangan nutrisi
  • B6               : Bone (Bone-Muscle-Integument)
                      Lemah dan nyeri pada daerah ekstremitas

3.2 Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah
Subyektif: pasien mengeluh nyeri dada
Obyektif: - CRT > 3 detik
-   Skala nyeri 7
-   Penurunan TD
-   Aritmia  (+)
    Kemampuan dilatasi jantung
  Kontraktilitas ventrikel kiri
         Curah jantung

                  O2
                 Nyeri
Nyeri
Subyektif: pasien mengeluh nyeri dada
Obyektif: - CRT > 3 detik
-   Pengeluaran urine inadekuat
-   Penurunan TD
-   Aritmia  (+)
Kemampuan dilatasi jantung

Kontraktilitas ventrikel kiri

Curah jantung
Penurunan curah jantung
DS: Pasien mengeluh lemah karena hipoksia
DO:  Pasien terlihat lemah karena O2 jaringan menurun.


Emboli dalam pembuluh darah




Obstruksi pembuluh darah


Aliran darah ke jaringan terganggu




Perubahan perfusi jaringan
Gangguan Perfusi Jaringan
Subyektif: pasien mengeluh badannya terasa lemah
Obyektif: klien tidak mampu bermobilisasi di tempat tidur
Perfusi jaringan

Aliran darah tidak adekuat ke sistemik

Kelemahan fisik
Intoleransi  Aktifitas
Subyektif: -
Obyektif: terjadi akumulasi cairan di perikardium
       kemampuan dilatasi jatung

akumulasi bakteri di perikardium

resiko tinggi infeksi
Resikotinggi infeksi


3.3 Diagnosa Keperawatan
  1. Nyeri b.d efusi perikardium
  2. Penurunan Curah jantung b.d kompresi perikardial
  3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d curah jantung menurun
  4. Intoleransi Aktifitas b.d kelemahan dan keletihan fisik
  5. Resiko tinggi infeksi b.d akumulasi cairan di perikardium
3.4 Intervensi
  1. Nyeri b.d efusi di perikardium
Tujuan             : dalam 1x24 jam skala nyeri <2
Kriteria Hasil   :  -     CRT < 3 detik
-          TD normal
-          Aritmia jantung (-)
-          Penurunan curah jantung teratasi
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi

Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung dan menurunkan ketidaknyamanan berhungan dengan iskemia.
Mandiri
Palpasi nadi perifer

Mengontrol penurunan curah jantung
Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal
Menurunkan kebutuhan pemompaan jantung
Observasi adanya hipotensi, peningkatan JVP, perubahan suara jantung, penuruna tingkat kesadaran
Manifestasi klinis pada kardiak tamponade yang mungkin terjadi pada perikarditis ketika akumulasi cairan eksudat pada rongga perikardial.
Pantau perubahan pada sensorik
Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai dampak sekunder terhadap penuruna curah jantung
Kolaborasi
Pemberian diet  jantung

Pembatasan natrium untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema
Pemberian vasodilator
Meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskular sistemik, juga kerja ventrikel


  1. Penurunan curah jantung b.d kompresi perikardial
Tujuan             : dalam 3x24 jam penurunan curah jantung teratasi
Kriteria Hasil   :  -     CRT < 3 detik
-          Pengeluaran urine adekuat
-          TD normal
-          Aritmia jantung (-)
Intervensi
Rasional
Mandiri
Palpasi nadi perifer

Mengontrol penurunan curah jantung
Pantau output urine
Mengetahui respon ginjal dalam menurunkan curah jantung
Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal
Menurunkan kebutuhan pemompaan jantung
Observasi adanya hipotensi, peningkatan JVP, perubahan suara jantung, penuruna tingkat kesadaran
Manifestasi klinis pada kardiak tamponade yang mungkin terjadi pada perikarditis ketika akumulasi cairan eksudat pada rongga perikardial.
Kaji perubahan pada sensorik
Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebralk sebagai dampak sekunder terhadap penuruna curah jantung
Kolaborasi
Pemberian diet  jantung

Pembatasan natrium untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema
Pemberian vasodilator
Meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskular sistemik, juga kerja ventrikel


3. perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Perfusi jaringan kembali normal
Kriteria hasil:
mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering, nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi
Rasional
Mandiri
  1. Evaluasi status mental. Perhatikan terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang, muntah, peningkatan TD.
  2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik, sianosis, pucat

  1. Tingkatkan tirah baring dengan tepat




  1. Dorong latihan aktif/ bantu dengan rentang gerak sesuai toleransi.

1.  Indikator yang menunjukkan embolisasi sistemik pada otak.

2.  Emboli arteri, mempengaruhi jantung dan / atau organ vital lain, dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit katup, dan/ atau disritmia kronis
3.  Dapat mencegah pembentukan atau migrasi emboli pada pasien endokarditis. Tirah baring lama, membawa resikonya sendiri tentang terjadinya fenomena tromboembolic.
4.  Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran balik vena karenanya menurunkan resiko pembentukan thrombus.
Kolaborasi
Berikan antikoagulan, contoh heparin, warfarin (coumadin)

Heparin dapat digunakan secara profilaksis bila pasien memerlukan tirah baring lama, mengalami sepsis atau GJK, dan/atau sebelum/sesudah bedah penggantian katup.
Catatan : Heparin kontraindikasi pada perikarditis dan tamponade jantung. Coumadin adalah obat pilihan untuk terapi setelah penggantian katup jangka panjang, atau adanya thrombus perifer.

4. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan dan keletihan fisik
Tujuan             : meningkatkan kemampuan beraktifitas
Kriteria Hasil   :  -    klien mampu bermobilisasi di tempat tidur
-          Aktivitas sehari – hari klien terpenuhi
Intervensi
Rasional
Tingkatkan istirahat dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat
Mengurangi kebutuhan oksigen
Anjurkan menghindari tekanan abdomen, seperti mengejan saat defekasi
Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung dan takikardi, serta peningkatan TD
Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
Untuk meningkatkan vena balik
Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit krisis
Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu vena balik
Bantu mobilisasi pasien
Mencegah dekubitus

5. Resiko tinggi infeksi b.d akumulasi bakteri di perikardium
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : akumulasi cairan (-)
                        Tanda-tanda infeksi (-)
Intervensi
Rasional
Mandiri
Pantau suhu pasien

Suhu pasien merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi
Kolaborasi
Lakukan tindakan perikardiosentesis

Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi
Kolaborasi
Lakukan tindakan pungsi perikardium

Pungsi perikardium untuk konfirmasi dan mencari etiologi efusi sebagai penegakan diagnosis

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perikardium dapat terlibat dalam berbagai kelainan hemodinamika, radang, neoplasi, dan bawaan. Penyakit perikardium dinyatakan oleh tmbunan cairan (disebut efusi perikardium), radang (yaitu perikarditis). Perikarditis ialah penyakit sekunder dimanapun di tubuh contohnya penyebaran infeksi kedalam kantung perikareritematasus sistemik. Tetapi kadang-kadang perikarditis terjadi sebagai kelainan primer.
Pada perikarditis, ditemukan reaksi radang yang mengenai lapisan perikardium viseratis dan atau parietalis.ditemukan banyak penyebab tetapi yang paling sering ialah akut, perikarditis non spesifik (viral), infark miokard dan uremia.

DAFTAR PUSTAKA

Carpentino, Lynda Juall.2001.Buku Saku : Diagnosa keperawatan edisi : 8 Penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta
Doengoes, E Marlynn,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar